
Jika saya tanya: “Apa definisi cinta menurut Anda?”
Saya yakin
Anda akan menjawabnya: “Cinta adalah pengorbanan”, “Cinta adalah apa yang
dirasakan oleh hati,” dan sebagainya. Jawabannya tidak lepas dari embel-embel
romantis karena cuma itu yang Anda tahu.
Tidak salah
menjawab seperti itu. Tapi sadarkah Anda kalau meromantisasi cinta secara
berlebihan bisa menyesatkan kehidupan romansa Anda? Kalau Anda punya pemikiran
yang keliru, Anda sendiri yang akan sakit hati dan kecewa ketika menjalaninya.
Itu ada
hubungannya dengan perkembangan budaya, lebih tepatnya di bangsa Eropa pada
masa Revolusi Industri. Saat itu, mesin indusri mengalami perkembangan pesat
sehingga para pengusaha gencar memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Hasilnya,
buruh diupah rendah karena tenaganya digantikan oleh mesin. Meskipun begitu,
kaum proletar tetap dipaksa bekerja untuk menghidupi mesin-mesin pabrik.
Waktu itu,
masyarakat Eropa mengalami degradasi kehidupan karena kurangnya waktu untuk
menikmati hidup. Daripada berkarya atau menikmati seni, mereka lebih memilih
untuk bekerja. Akibatnya, kehidupan jadi monoton karena kegiatannya hanya diisi
dengan mengurus keluarga dan bekerja. Selain itu, Revolusi Industri juga
menciptakan masyarakat yang individualis dan tidak ada lagi rasa kekeluargaan.
Kondisi ini
akhirnya melahirkan berbagai gerakan seni, sastra, dan intelektual yang
menentang kakunya norma-norma di Eropa. Gerakan tersebut berusaha mengingatkan
bahwa emosi adalah hal yang utama karena itu yang membedakan manusia dengan
mesin. Mereka ingin masyarakat bisa kembali menikmati hidup dengan menggali
emosi sedalam-dalamnya.
Sebuah
revolusi mental terjadi. Era Romantisisme berisi karya seni yang
melebih-lebihkan emosi manusia seperti rasa takut, takjub, dan cinta. Jika Anda
membaca literatur Era Romantisisme seperti The Prelude atau Alastor or the
Spirit of Solitude, Anda akan paham bahwa penulis saat itu cenderung
berhiperbola tentang cinta.
Lambat laun
romantisisme menjalar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Banyak sastra
beraliran romantik yang terbit antara tahun 1930-1950. Semenjak itu dimulailah
Era Romantisisme di Indonesia yang masih berjalan sampai sekarang. Pengaruhnya
begitu kuat mencekram sampai banyak melahirkan definisi cinta yang sarat
hiperbola. Anda bisa lihat pengaruhnya di buku-buku tentang cinta atau musik
bertema cinta. Akibatnya, cinta dianggap spesial daripada emosi manusia yang
lain.
Coba Anda
pikir darimana definisi “Cinta adalah pengorbanan” itu berasal? Anda pasti
meyerapnya dari sinetron, akun cinta-cintaan, musik, atau dari orangtua.
Semuanya adalah produk Era Romantisisme tadi.
Pencekokan
definisi cinta yang berlebihan itu membuat Anda ikut berlebihan saat menyukai
seseorang. Contoh: karena menganggap cinta adalah pengorbanan, Anda rela
menggelontorkan jutaan rupiah demi gebetan. Anda pikir itu wajar karena selama
ini media mengajarkan kalau ingin cinta diterima, maka Anda harus berkorban
dengan menuruti semua kemauan gebetan.
Begitu pula
kalau Anda menganggap cinta adalah apa yang dirasakan hati. Ketika dada berdegup
kencang saat bertemu seseorang, Anda merasa itu tanda bahwa dia adalah jodoh
Anda. Hasilnya, Anda jadi baperan dan capek sendiri karena banyak mengkhayal
membangun keluarga bersama dia.
Baca juga:7 Tips Agar Tidak Baper
Baca juga:7 Tips Agar Tidak Baper
Jika
definisi cinta itu justru menyulitkan Anda mencari pasangan, sebaiknya ganti
dengan definisi baru yang lebih masuk akal. Zick Rubin, seorang pakar
psikologi, menjelaskan bahwa cinta adalah emosi yang terbentuk dari tiga
perasaan: perhatian, kasih sayang, dan keintiman.
Ketiga
perasaan tersebut baru muncul setelah seseorang menghabiskan banyak waktu
dengan pasangannya. Catat ini, DENGAN PASANGANNYA bukan DENGAN GEBETANNYA. Jadi
cuma sekedar dekat dengan gebetan belum pantas disebut cinta.
Dari
definisi tersebut saya sederhanakan menjadi:
Cinta adalah
hasil investasi.
Jika dua
orang saling menyukai, maka mereka akan sama-sama berusaha untuk semakin
mendekat. Bila usaha tersebut rutin dilakukan terus menerus, perasaan suka itu
akan berkembang menjadi cinta. Sebaliknya, bila hanya satu orang yang berusaha
sementara satunya lagi tidak, maka perasaan itu tidak akan tumbuh menjadi
cinta.
Saya beri
analogi, bayangkan skenario ini: Anda sangat menyukai iPhone X dan bermimpi
membelinya nanti. Jadi Anda mulai menyisihkan gaji dan sering lembur larut
malam agar dapat membeli gadget canggih tersebut. Setelah menabung cukup lama,
akhirnya kotak hitam mahal itu sampai di tangan Anda.
Bayangkan
perasaan Anda ketika menggeser-geser layar iPhone X tersebut, pasti bahagianya
bukan main! Anda merawat iPhone itu dengan baik, memasukkannya ke saku dengan
hati-hati, dan melarang keponakan Anda yang masih kecil untuk memegangnya. Anda
marah sekali kalau iPhone itu lecet atau jatuh. Dengan kata lain, Anda sangat
mencintai iPhone itu.
Satu hal
yang harus diketahui bahwa Anda mustahil mencintai iPhone tersebut kalau belum
memilikinya. Rasa cinta itu muncul karena Anda menginvestasikan begitu banyak
uang, waktu, dan tenaga untuk merawatnya. Anda tidak mungkin begitu mencintai
iPhone yang masih terpajang rapi di etalase toko. Jika Anda cuma bisa mengintip
ke etalase dan bermimpi memilikinya, itu bukan cinta tapi ngarep.
Coba ganti
objeknya dari iPhone menjadi pasangan. Semakin besar investasi Anda ke dia,
semakin Anda mencintainya. Prinsipnya sama bukan?
Anda tidak
mungkin mencintai seseorang yang belum menjadi kekasih Anda. Dalam tahap PDKT,
proses yang terjadi baru ketertarikan fisik dan interaksi sosial. Sama sekali
tidak ada unsur cinta di dalamnya karena dia belum menjadi milik Anda. Ketika
kalian sudah saling memiliki, akan ada banyak sekali investasi yang Anda
berikan untuk menjaga hubungan tersebut. Dari situlah tumbuh yang namanya
cinta.
Baca juga: Durasi PDKT
Baca juga: Durasi PDKT
Definisi
macam “Cinta adalah pengorbanan” atau “Cinta adalah apa yang dirasakan di hati”
sebenarnya tidak salah bila Anda sudah memiliki pasangan. Anda memang perlu
mengorbankan waktu dan tenaga untuk menjaga hubungan. Anda juga pasti merasakan
cinta di hati setelah banyak berinvestasi ke pasangan.
Namun, salah
besar bila Anda menerapkannya saat masih tahap PDKT. Seperti saya jelaskan di
atas, banyak berkorban saat PDKT justru merugikan Anda karena belum tentu dia
menerima cinta Anda. Langsung menilai rasa deg-degan di hati sebagai tanda
cinta juga bisa membuat Anda cepat baper. Seharusnya tidak perlu terlalu banyak
berinvestasi waktu, uang, dan pikiran untuk seseorang yang berstatus gebetan.
Baca juga Cara PDKT Tanpa Banting Tulang
Baca juga Cara PDKT Tanpa Banting Tulang
Hanya dari
definisi cinta saja bisa membuat Anda melakukan hal-hal yang sebenarnya baik,
tapi tidak sesuai tempat dan waktunya. Strategi PDKT Anda jadi berantakan dan
tidak mendatangkan hasil. Jika serius ingin memperbaiki kisah romansa Anda yang
tragis, Ganti definisi cinta yang selama ini Anda yakini. Pahat kuat-kuat di
benak Anda bahwa cinta adalah hasil investasi setelah memiliki pasangan.
Anda sudah
melakukan perubahan besar hanya dengan mengganti pemahaman saja. Cuma apa Anda
berani mengubah sesuatu yang sudah lama tertanam di otak Anda?
Keputusannya
di tangan Anda.
REFERENSI
LAINNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar